Friday, September 28, 2012

Pierre Menard, Sang Pengarang Quixote****


Karya-karya nyata peninggalan novelis ini dapat dengan mudah dan ringkas disebutkan satu per satu. Oleh karena itu, sungguh tak termaafkan bila ada kelalaian penyebutan dan penambahan oleh Madame Henri Bachelier dalam sebuah katalog sesat yang dimuat dalam sebuah surat kabar (yang sangat condong kepada kaum Protestan) dan membebankan kelalaian itu kepada para pembacanya—walaupun jumlah pembacanya sangat sedikit dan merupakan kaum Calvinis, jika bukan Masonik atau semacamnya. Sahabat-sahabat Menard memandang katalog tersebut dengan gusar, bahkan dengan kepiluan yang mendalam. Seseorang barangkali akan mengatakan bahwa baru saja kemarin kita berkumpul di hadapan monumen terakhirnya, di tengah murungnya batang-batang cemara, dan Kekeliruan seperti itu (dengan K besar) telah mencoba untuk memudarkan kenangan terhadapnya... Sudah pasti bahwa sebuah pembetulan terhadap kekeliruan tersebut tidak akan terhindarkan.

Saya insaf bahwa ilmu saya masihlah sangat sedikit. Bagaimanapun, saya harap saya dapat menyebut dua pengakuan yang termasyhur. Baroness de Bacourt (dalam vendredis(1) yang tak terlupakan—saya mendapat kehormatan bertemu sang pujangga) sangat layak untuk disebutkan. Countess de Bagnoreggio, salah seorang paling rapuh dan lembut di Kerajaan Monako (dan kini ia di Pittsburgh, Pennsylvania, ikut dengan suaminya, Simon Kautzsch, seorang filantropi yang baru saja disudutkan dengan fitnah musuh-musuhnya) telah mengorbankan "dalam kejujuran dan maut" (begitulah ia sendiri menyebutnya) sikap mulianya dan, dalam sebuah surat terbuka di majalah Luxe, saya mendapat restunya. Dua pengakuan tersebut menurut saya lebih dari cukup.

Saya telah mengatakan bahwa karya-karya Menard dapat dengan mudah disebutkan satu per satu. Dengan memeriksa secara teliti catatan-catatan hidupnya, saya menemukan beberapa karya:

a. Soneta simbolis yang dimuat dua kali (dengan segala variasinya) dalam tinjauan dalam La Conque (edisi Maret dan Oktober 1899).

b. Monograf mengenai kemungkinan membentuk kosakata puitis yang bukan kumpulan sinonim atau parafrase dalam bahasa yang dipakai sehari-hari. "Lebih tepat dikatakan sebagai objek ideal yang diciptakan lewat kaidah dan pada hakikatnya ditujukan untuk memuaskan kebutuhan puitis" (Nimes, 1901).

c. Monograf mengenai "hubungan atau pertalian khusus" antara pemikiran Descartes, Leibniz, dan John Wilkins (Nimes, 1903).

d. Monograf mengenai karya Leibniz, Characteristica Universalis (Nimes, 1904).

e. Sebuah artikel mengenai kemungkinan mengembangkan permainan catur dengan meniadakan salah satu pion benteng. Menard sendiri yang mengajukan, menganjurkan, membahas, dan akhirnya menolak ide tersebut.

f. Monograf mengenai karya Raymond Lully, Ars Magna Generalis (Nimes, 1906).

g. Terjemahan, dengan prakata dan catatan, mengenai karya Ruy L'pez de Segura, Libro de la Invenci n Liberal y Arte del Juego del Axedrez (Paris, 1907).

h. Kertas kerja mengenai monograf tentang logika simbolik George Boole.

i. Pemeriksaan mengenai dalil metrik yang mendasar dari keprosaan Prancis, digambarkan dengan contoh yang diambil dari Saint-Simon (Revue des Langues Roman, Montpellier, Oktober 1909)

j. Balasan kepada Luc Durtain (yang menyangkal adanya dalil tersebut), digambarkan dengan contoh yang diambil dari Luc Durtain (Revue des Langues Roman, Montpellier, Desember 1909)

k. Manuskrip berjudul La Boussole des Precieux yang merupakan terjemahan karya Quevedo, Aguja de Navegar Cultos.

l. Kata pengantar untuk katalog mengenai sebuah perawian tentang litograf oleh Carolus Hourcade (Nimes, 1914).

m. Karya berjudul Les Problemes d'un Probleme (Paris, 1917) yang membahas secara kronologis solusi-solusi terhadap persoalan Achilles dan Kura-Kura(2). Sejauh ini, buku tersebut telah terbit dalam dua edisi dan edisi terakhir memuat epigraf rekomendasi Leibniz "ne craignez point, monsieur, la tortue(3)" dan merevisi beberapa bab sebagai persembahan atas pemikiran Russel dan Descartes.

n. Analisis yang kuat terhadap "kebiasaan sintaksis" Toulet (N. R. F., Maret 1921). Menard, seingat saya, menyatakan bahwa cercaan dan pujian merupakan pekerjaan sentimental yang tidak ada hubungannya dengan kritik sastra.

o. Perubahan menuju aleksandrin(4) dalam karya Paul Valery, Le Cimitiere Marin (N. R. F., Januari 1928).

p. Cercaan terhadap karya Paul Valery, dalam Tulisan untuk Penindasan Realitas oleh Jacques Reboul (cercaan itu—begitulah saya menyebutnya—adalah kebalikan dari pendapat aslinya terhadap Valery; yang dicerca sudah mengerti sedemikian rupa sehingga persahabatan antara mereka yang sudah terjalin sejak lama tidak terganggu).

q. "Definisi" mengenai Countess de Bagnoreggio, dalam "edisi kejayaan"—sebutan dari Gabriele d'Annunzio yang merupakan salah seorang kolaborator edisi tersebut— yang diterbitkan per tahun oleh wanita ningrat tersebut untuk meralat kesesatan berita para jurnalis tentangnya dan untuk memperkenalkan "kepada seluruh dunia dan seluruh Italia" sebuah citra yang asli mengenai dirinya yang seringkali (dikarenakan kecantikan dan kegiatannya) diberitakan secara keliru.

r. Seri soneta-soneta terpuji untuk Baroness de Bacourt (1934).

s. Manuskrip daftar sajak-sajak yang kemujarabannya bergantung kepada pungtuasinya*.

Inilah karya-karya Menard yang disusun secara kronologis (selengkap-lengkapnya, kecuali beberapa soneta yang tidak jelas dan ditulis untuk majalah Madame Henri Bachelier yang norak). Saya ingin mengingat karyanya yang lain, yang esensial, yang gagah berani tiada tara, yang tidak tersaingi, dan yang—sungguh beliau punya kapasitas yang luar biasa!—tidak terselesaikan. Karya ini, mungkin karya terpenting di zaman kita, terdiri dari bab kesembilan dan ketiga puluh delapan dari Don Quixote bagian pertama dan sebuah fragmen dari bab kedua puluh dua. Saya tahu bahwa penegasan tersebut terdengar aneh, namun untuk memberikan alasan terhadap "keanehan" tersebutlah tulisan ini dibuat**.

Dua buah teks yang tidak setara nilainya telah menginspirasi usahanya tersebut. Yang satu adalah fragmen filologis dari Novalis—bernomor 2005 di dalam edisi Dresden— yang menguraikan tema tentang ciri-ciri menyeluruh sang pengarang tersebut. Yang lainnya adalah sebuah buku sampah yang menceritakan Kristus di jalanan, Hamlet di La Cannebiere, atau Don Quixote di Wall Street. Seperti halnya seseorang yang berselera tinggi, Menard tidak suka akan karya "kirab" seperti itu. Karya-karya tersebut menurutnya hanyalah anakronisme yang menghasilkan kesenangan tingkat rendah atau (yang lebih buruk lagi) memikat pembacanya dengan ide bahwa kesenjangan waktu itu tidak penting. Yang lebih menarik lagi, meskipun eksekusi karya itu dangkal dan bertentangan di sana-sini, dia bisa menerka rencana agung Daudet (pengarang karya kirab tersebut—penerj.): menggabungkan sang ksatria berbakat dan pengawalnya(5) di dalam satu tokoh, yaitu Tartarin... Beberapa orang secara tak langsung menyindir Menard bahwa ia menghabiskan waktunya untuk menulis ulang Quixote. Hal itu berarti perendahan terhadap ilmu dan ingatannya yang termashyur.

Ia tidak ingin mengarang Quixote yang lain—baginya hal itu amat mudah. Yang ia inginkan adalah mengarang Quixote itu sendiri. Tidak perlu diuraikan lagi, ia tidak pernah bermaksud menulis ulang atau menyalin karya aslinya. Maksud luhurnya adalah menciptakan beberapa halaman yang serupa—kata per kata, kalimat per kalimat—dengan karya Miguel de Cervantes tersebut.

"Ideku memang mengherankan," dalam suratnya kepada saya dari Bayonne tanggal 30 September 1934. "Mungkin sama mengherankannya dengan istilah-istilah teologi atau metafisika—seperti dunia obyektif, Tuhan, kausalitas, atau tatanan alam semesta. Bedanya, para filsuf mengarang buku-buku lain sebagai penjelas teori mereka, sedangkan aku memilih untuk tidak mengikuti tata cara tersebut." Memang benar, tidak ada tulisannya yang lain yang menceritakan usahanya tersebut.

Metode awalnya amatlah sederhana: jadi orang Spanyol, gali kembali iman Katolik, berperang melawan orang Turki atau Islam, lupakan sejarah Eropa sepanjang 1602 hingga 1918, jadilah Miguel de Cervantes. Awalnya ia dengan tekun mengikuti cara itu (saya tahu dia lumayan menguasai bahasa Spanyol abad ketujuh belas) tetapi kemudian membuangnya jauh-jauh karena menurutnya cara tersebut terlalu mudah. Kami ingin yang tidak mungkin! begitulah kira-kira tuntutan pembaca nantinya. Memang begitulah, tetapi menulis kembali Quixote memang sudah mustahil sejak awal dan dari semua cara melakukannya, cara tersebut adalah yang paling tidak menarik. Di abad kedua puluh ini, menjadi seorang pengarang abad ketujuh belas baginya hanyalah buang-buang tenaga. Menjadi Cervantes dan menyelami Quixote tampaknya agak sulit dan tidak menarik jika dibandingkan dengan menjadi Pierre Menard dan menyelami Quixote lewat pengalaman Pierre Menard (pemikiran ini membuatnya menghilangkan prakata otobiografi dalam bagian kedua Don Quixote. Memasukkan prakata bukan hanya berarti menciptakan karakter lain—Cervantes—, tetapi juga memperkenalkan Quixote lewat ucapan karakter tersebut, bukan Menard. Tentu saja Menard menolak fasilitas tersebut).

"Sebenarnya pekerjaan ini tidak sulit," saya membaca bagian lain suratnya, "Aku hanya perlu hidup selama-lamanya untuk menyelesaikannya." Perlukah saya mengakui bahwa saya sering membayangkannya menyelesaikan karya itu dan saya membaca Quixote seperti Menard memahaminya? Beberapa malam kemudian, ketika melewati lembaran-lembaran bab XXVI—saya tidak pernah memperbincangkan hal ini dengan beliau—saya mengenali gaya bahasanya dalam frase "peri-peri sungai dan Gema yang muram dan lengas". Rangkaian kata yang menggambarkan sifat fisik dan spiritual sekaligus seperti itu mengingatkan saya akan potongan sebuah puisi Shakespeare yang pernah kami bahas pada suatu sore:

"Tempat orang-orang Turki yang keji dan bersorban..."

Tetapi kenapa Quixote? Pembaca akan bertanya seperti itu. Sebuah pilihan, menurut orang Spanyol, akan selalu bisa dipahami; namun, tidak diragukan lagi bahwa alasannya adalah karena beliau, seorang Simbolis dari Nimes, sejatinya adalah seorang pengagum Poe, juga Baudelaire, juga Mallarme, juga Valery, juga Edmond Teste. Surat yang telah disebutkan sebelumnya menjelaskan hal itu. "Quixote," Menard menyatakan, "sangat menarik minatku, tetapi karya tersebut bukannya—mungkin istilahnya—tidak terelakkan. Aku tidak bisa membayangkan semesta tanpa seruan Edgar Allan Poe:

"Ah, usunglah dalam ingatan pesona taman  ini!"

atau tanpa Bateau Ivre atau Ancient Mariner, tetap aku mampu membayangkan semesta tanpa Quixote. Bagiku (Aku bicara sewajarnya lewat kapasitas diriku dan bukan karena gaung historis karya-karya tersebut) Quixote hanyalah karya yang tidak penting. Aku bisa merencanakan untuk menulisnya (dan aku memang bisa menulisnya) tanpa terjebak dalam pengulangan. Ketika aku berumur sepuluh atau dua belas tahun, aku telah membaca seluruh isinya. Kemudian, aku juga telah membaca ulang beberapa babnya. Aku juga telah membaca beberapa selingan, naskah drama, Galatea, novel-novel jiplakan, belum lagi godaan yang sulit dari Persiles dan Segismunda dan Viaje del Parnaso... Sepanjang ingatanku, yang terasah ke-lupa-an dan ke-acuh-tak-acuh-an, Quixote dapat digambarkan sebagai sebuah buku yang "belum pernah ditulis". Sekali gambaran tersebut dinyatakan olehku (dan tidak ada yang bisa menyangkalnya), sudah pasti bahwa masalah yang kuhadapi lebih sulit daripada Cervantes. Pendahuluku tersebut (Cervantes, penerj-) tidak menolak datangnya kesempatan: ia mengarang karya besarnya a la diable, terbawa oleh kelembaman bahasa dan penemuan baru. Aku telah menerima tugas untuk merekonstruksi secara harfiah karya spontannya."

"Aturan mainku ditentukan oleh dua keinginan. Pertama, adanya kemungkinan untuk mengarang variasi formal atau psikologis; dan yang kedua, keharusan mengorbankan variasi tersebut kepada teks "asli" dan membuat alasan yang tak terbantahkan mengenai pengorbanan tersebut... Untuk rintangan buatan tersebut, sesuatu harus ditambahkan. Mengarang Quixote pada awal abad ketujuh belas adalah pekerjaan yang masuk akal, harus dihadapi, dan bahkan tidak dapat dihindari; jika dilakukan di awal abad kedua puluh, hal tersebut hampir mustahil. Aku tidak berduka atas masa tiga ratus tahun yang telah terlewati dengan segala kejadian atau peristiwa di dalamnya, kecuali atas satu hal: Quixote itu sendiri."

Meskipun menghadapi tiga rintangan, Quixote hasil kerja Menard lebih tajam daripada Cervantes. Yang terakhir disebutkan, dengan gaya yang kikuk, mengangkat persoalan sikap ksatria di sebuah provinsi mentereng di negaranya. Menard memilih Carmen pada masa-masa Lepanto dan Lope de Vega sebagai tempat "realitas" cerita terjadi. Sungguh sebuah seri espagnolades yang bahkan bisa dianjurkan kepada Maurice Barres atau Rodrﻲguez Larreta (6). Menard menghindari masalah dengan bakat alamiahnya. Di dalam karyanya tidak ada kemunculan gipsi atau para penakluk (conquistadores) atau hal-hal mistis atau Philip II atau autos da fe (7). Ia menolak atau menghilangkan warna lokal. Hal yang remeh ini mengacu kepada konsep baru novel historis. Hal itu juga seakan-akan mengritik Salammbo(8) tanpa memberikan kesempatan untuk menyangkal kritik tersebut.

Sudah sepantasnya juga bab-bab yang terpisah dibahas. Contohnya, di awal bab XXXVIII, "bagaimana cara perjuangan yang digunakan oleh Don Quixote, lewat senjata atau huruf?" Telah diketahui bahwa Don Quixote (seperti hanya Quevedo dalam La Hora de Todos) lebih memilih untuk mengangkat senjata. Cervantes adalah mantan tentara, jadi motifnya dapat dipahami. Akan tetapi, Don Quixote-nya Pierre Menard-sebuah versi modern dari La Trahison des Clercs dan Bertrand Russel— tidak akan menjadi mangsa kesesatan seperti itu! Madame Bachelier dapat dianggap sebagai idola yang secara tidak sadar menginspirasi Menard, sehingga menjadi bagian dari psikologi tokoh Don Quixote selain (tidak akan saya sebutkan semuanya) sebuah transkripsi Quixote, Baroness de Bacourt, dan Nietzsche. Interpretasi yang ketiga (aku tidak yakin akan menambahkan yang keempat) adalah: walaupun sesuai dengan kapasitas kedewaan Pierre Menard, ia mencampakkan kebiasaan ironis dalam menyebarkan ide-ide yang merupakan kebalikan dari apa yang ia pilih (mari ingat kembali kecamannya terhadap Paul Valery dalam lembaran-lembaran surealis Jacques Reboul). Teks Cervantes dan Menard sebenarnya identik, tetapi yang terakhir lebih kaya. (Lebih ambigu, penentangnya akan berkata, tetapi, ambiguitas adalah bentuk kekayaan tersendiri)

Sudah sepantasnya untuk membandingkan Don Quixote Menard dengan Don Quixote Cervantes. Yang terakhir disebutkan, ia menulis (bagian pertama, bab kesembilan):

"...Kebenaran. Sejarah adalah ibunya. Waktu adalah rivalnya. Ialah tempat menyimpan amal. Ialah saksi masa lalu. Ialah contoh dan penasihat bagi masa kini. Dan ialah konselor masa depan."

Ditulis di awal abad ketujuh belas oleh yang dikatakan sebagai "si jenius" Cervantes, kalimat-kalimat itu hanyalah sebuah retorika historis. Sedangkan, Menard menulis:

"...Kebenaran. Sejarah adalah ibunya. Waktu adalah rivalnya. Ialah tempat menyimpan amal. Ialah saksi masa lalu. Ialah contoh dan penasihat bagi masa kini. Dan ialah konselor masa depan."

Sejarah sebagai ibu kebenaran: idenya sangat cemerlang! Menard, seorang William James masa kini, tidak menganggap bahwa sejarah adalah sebuah akibat dari realitas, melainkan sebab darinya. Kebenaran historis, baginya, adalah bukan apa yang telah terjadi; tetapi apa yang kita putuskan untuk yang seharusnya terjadi. Kalimat-kalimat terakhir (Ialah contoh dan penasihat bagi masa kini. Dan ialah konselor masa depan.) sungguh suatu keberanian pragmatik.

Perbedaan gaya yang kontras jelas terlihat. Gaya khas Menard—yang bukan merupakan orang Spanyol— tidak tampak karena tenggelam dalam kepura-puraan. Sedangkan, tidak bagi pihak lain yang dengan mudah menggunakan bahasa Spanyol pada masa hidupnnya.

Tidak ada pekerjaan cendekia yang (disimpulkan pada akhirnya) bukannya tidak berguna. Sebuah doktrin filosofis mencoba menilik kemungkinan mengenai mendeskripsikan alam semesta; dan seiring berlalunya waktu, doktrin itu hanya menjadi sebuah bab (jika bukan hanya sebuah paragraf atau istilah) dalam sejarah filsafat. Di dalam dunia sastra, keadaan seperti itu juga terlihat. Suatu ketika Menard menjelaskan kepada saya, bahwa Quixote, di atas segalanya, merupakan buku yang amat menarik; dan sekarang buku itu hanyalah semacam perayaan patriotis, kesombongan gramatikal, dan kecabulan yang dibikin secara de luxe. Popularitas buku ini tidak dapat dimengerti, mungkin salah satu hal yang paling dapat dimengerti.

Tidak ada yang baru dalam penilaian nihilistik semacam ini; yang utama adalah bagaimana Menard mendeterminasikan sesuatu dari hal tersebut. Dia memutuskan untuk menghadapi kesombongan yang mengiringi setiap hasil kerja manusia. Ia menyiapkan dirinya untuk mengerjakan sesuatu yang luar biasa dan, sudah sejak awal, sia-sia. Ia memupuk tekad dan melalui malam-malam tanpa tidurnya untuk mengulang sebuah buku yang sebelumnya sudah"hadir" dalam bahasa asing. Ia menumpuk karangan demi karangan, menyuntingnya dengan gigih, dan sudah tak terhitung lagi banyaknya karangan yang ia sobek dan berakhir di keranjang sampah***. Ia tidak membiarkan siapapun melihat catatan-catatannya dan tidak ada catatan yang selamat darinya. Sungguh suatu pekerjaan yang mahaberat ketika saya harus merekonstruksi catatan-catatan tersebut.

Saya telah merenungkan baik-tidaknya memandang Quixote kontemporer ini sebagai naskah yang seharusnya mengandung jejak tulisan Menard "yang sebelumnya" dengan jelas. Sayangnya, hanya Pierre Menard lain yang dapat mengembalikan karya-karya Pierre Menard dan, ibaratnya, membangun kembali Troya yang telah hancur.

"Berpikir, menelaah, menciptakan (ia juga menulis hal ini kepada saya) bukanlah kegiatan yang ganjil. Tiga hal itu merupakan nafas seorang cendekia. Mengagung-agungkan kegunaan yang sebenarnya biasa saja, menimbun pikiran-pikiran asing dan kuno, dan mengingat-ingat pemikiran doctor universalis yang memabukkan merupakan pengakuan bagi kemalasan dan kebiadaban kita. Setiap manusia harus punya kecakapan ideal dan aku yakin bahwa hal tersebut juga penting bagi masa depan."

Menard (mungkin secara tak sengaja) telah memperkaya, dalam konteks menciptakan tehnik baru, seni membaca secara fana dan tertegun-tegun. Tehnik baru tersebut berbentuk anakronisme dan kekeliruan yang memang disengaja. Tehnik tersebut, yang pelaksanaannya tidak terbatas, dapat memungkinkan kita secara tepat menyelami karya Odyssey seakan-akan kitalah Aeneid selanjutnya, atau Le Jardin du Centaure karya Madame Henri Bachelier seakan-akan Madame Bachelier sendiri yang menyelaminya. Tehnik ini dapat mengisi dengan berani pemaknaan atas karya-karya yang agung. Sebutkanlah Imitatio Christi, hingga karya-karya Louis Ferdinand Celine atau James Joyce, bukankah hal tersebut merupakan pembaharuan yang pantas bagi spiritualitas yang rapuh dalam pembacaan karya-karya tersebut?




*) Madame Henri Bachelier juga memuat dalam daftarnya terjemahan harfiah atas terjemahan harfiah Quevedo atas Introduction a la Vie Devote karya St.Francis dari Sales. Tidak ada jejak karya tersebut dalam perpustakaan Menard. Karya itu mungkin hanya sebuah olok-olok yang disalahartikan oleh wanita tersebut.

**) juga bermaksud untuk menggambar sketsa atas potret pribadi Pierre Menard. Tetapi, bagaimanakah saya bisa bersaing dengan halaman-halaman emas yang, katanya, sedang disiapkan oleh Baroness de Bacourt, atau dengan goresan pensil rapuh nan kokoh dari Carolus Hourcade?

***) saya ingat bentuk buku catatannya, dengan halaman-halaman yang penuh coretan, simbol-simbol tipografinya yang khas, dan berisi tulisan tangannya yang seperti kumpulan serangga. Di sore hari, dia biasanya berjalan-jalan di sekitar Nimes sambil membawa catatannya dan membuat "kembang api" dari catatannya tersebut.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Catatan kaki di atas merupakan catatan asli teks, sedangkan catatan-catatan di bawah ini merupakan catatan penerjemah

1. vendredis secara harfiah berarti 'jumat-jumat'
2. Achilles dan Kura-Kura adalah sebuah dialog singkat karya Lewis Caroll, berjudul asli "What the Tortoise Said to Achilles" yang dimuat dalam majalah Mind  n.s. 4, 1895, hlm. 278-80. Dialog tersebut menggambarkan permainan logika yang memunculkan sebuah paradoks. Paradoks Achilles dan Kura-kura mirip dengan paradoks yang dikemukakan oleh Zeno dari Elea untuk mendukung doktrin Parmenides.
3. 'tidak ada yang perlu ditakutkan, tuan, itu cuma kura-kura' (terima kasih kepada Tita Nugroho untuk bantuan terjemahannya)
4. Aleksandrin adalah baris puisi yang terdiri dari dua belas suku kata, umumnya terdapat dalam kesusastraan Jerman pada zaman Barok dan Perancis pada awal zaman modern.
5. maksudnya, Don Quixote dan Pancho Stanza, tokoh-tokoh protagonis dalam Don Quixote.
6. Maurice Barres (1862-1923) adalah seorang jurnalis dan novelis berkebangsaan Perancis. Ia juga merupakan politisi sayap kiri.
Enrique Rodriguez Larreta (1875-1961) adalah seorang penulis Argentina yang mengarang La Gloria de don Ramiro.
7. Pengumuman publik mengenai putusan sidang Inkuisisi.
8. Salammbo adalah karya Gustave Flaubert yang terbit tahun 1862.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
**** Dikarang oleh Jose Luis Borges. Jorge Francisco Isidoro Luis Borges Acevedo (1899-1986) adalah salah satu penulis Amerika Selatan paling mashyur. Karya-karyanya kebanyakan berbentuk puisi dan cerpen. Kebanyakan prosanya bercerita mengenai labirin, mimpi, fantasi, karya atau penulis fiktif, Tuhan, dan religi. Mungkin dapat dimasukkan ke dalam jajaran penulis-penulis yang sudah sepantasnya meraih Nobel, namun kenyataannya tidak, seperti halnya James Joyce, Franz Kafka, atau Graham Greene. "Pierre Menard, Sang Pengarang Quixote" diterjemahkan Aldi Aditya dari "Pierre Menard, Author of the Quixote" terjemahan James E. Irby tahun 1962 atas "Pierre Menard, autor del Quijote".

No comments:

Post a Comment